The Other Side of Me: Mungkin (Takkan) Ada Lagi

Wednesday, December 12, 2012

Mungkin (Takkan) Ada Lagi



Dua minggu yang lalu…

"Selamat siang, Mbak Luna, kami ingin mengingatkan bahwa minggu depan Anda ada perjalanan ke Raja Ampat," ujar suara di seberang.
"Raja Ampat? Kok saya belum tahu ya, Mbak," jawabku heran.
"Tiket pesawat, akomodasi dan travel selama di Raja Ampat sudah di pesan satu minggu yang lalu."
"Oh, gitu. Bisa tolong di email ke saya itinerary-nya?" pintaku.
"Baik, Mbak. Nanti saya email."
"Terima kasih, Mbak," ujarku sebelum menutup telepon.

Aku masih merasa sedikit heran dengan telepon dari travel agent langgananku tadi. Biasanya, aku sendiri yang menentukan kemana akan melakukan traveling dan aku yang mengurus tiket dan semuanya sendiri. Terkadang memang Mas Akbar, editorku, yang menentukan lokasi traveling-ku dan meminta asistennya untuk mengurus hal-hal yang diperlukan, tetapi Mas Akbar pasti memberitahuku terlebih dahulu tentang rencana perjalananku yang sudah disiapkannya. Mungkin dia lupa karena terlalu sibuk, batinku memutuskan.
***

Pagi ini…

"Arlan? Kok kamu bisa ada di sini?" tanyaku heran ketika melihat Arlan naik ke boat yang sudah disiapkan untukku.
"Maksud kamu? Bukannya kamu yang menyiapkan perjalanan ini?" Arlan balik bertanya tak kalah heran sesaat setelah boat melaju dengan kencang membelah lautan.
"Apa?"
"Dua minggu yang lalu aku ditelepon seseorang dari travel agent yang mengabarkan tentang perjalanan ke Raja Ampat, dan dia bilang yang memesan atas nama Luna," ujar Arlan menjelaskan.
"Tidak! Aku juga mendapat telepon yang sama dan aku pikir editorku yang mengatur trip ini untukku."
"Selamat datang di Raja Ampat," ujar sebuah suara. Suara yang sangat aku kenal. Aku dan Arlan spontan menoleh ke arah sumber suara, ke arah seseorang yang sedang mengemudikan boat kami.
"Baruna? Apa-apaan ini?" protes Arlan.
"Tenang, Man! Kita nikmati saja keindahan pulau-pulau di sini. Lupakan semua yang sudah terjadi. Aku mengajak kalian ke sini untuk berlibur," jawab Baruna, ditutup dengan tawa ganjilnya. Seketika perasaan tidak enak menyelimutiku. Aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi, entah apa itu. Aku merasa perjalanan ini bukan liburan semata.

***
Dooorrr!

Suara tembakan nyaring terdengar, membuatku terlonjak mundur. Debaran jantungku seakan berkejaran, aku nyaris tak bisa bernapas. Yang ada di pikiranku adalah siapa yang menembak dan siapa yang tertembak. Tak jauh dari tempatku terduduk lemas, Arlan dan Baruna masih bergumul. Darah merah pekat mengalir di antara mereka. Aku ingin melompat ke sana seketika, tetapi kakiku lemas, aku tidak mampu berdiri.

"Arlan...! Baruna...!" teriakku cemas dengan suara parau. Aku mencoba berdiri, menguatkan kaki dan tubuhku. Aku harus menghentikan mereka. Salah satu dari mereka terluka. Aku harus menolongnya.

Dengan langkah gontai kudekati dua lelaki yang sudah terkulai lemas itu. Tubuh mereka penuh dengan cairan merah kental. Kupisahkan tubuh yang saling peluk itu.

"Ya Tuhan! Tidak... Tidak...!" ucapku lirih dengan tangan membekap mulutku. Kugelengan kepala kuat-kuat berharap apa yang kulihat ini tidak nyata.

"Arlan! Baruna! Bangun kalian!" teriakku. Kucoba menggoyang-goyang tubuh mereka berdua. Air mataku deras mengalir dan aku benar-benar sulit bernafas sekarang, melihat keadaan mereka seperti ini. Darah mengalir deras dari luka tembak di bagian perut Arlan dan sebuah pisau tertancap di dada kiri Baruna. Apa yang harus aku lakukan? Saat ini aku hanya bisa menangis meratapi keadaan mereka yang mungkin sudah mati. Aku harus minta tolong pada siapa? Ini daerah terpencil, pulau kosong entah di bagian mana Raja Ampat. Tempat indah nan mempesona ini tiba-tiba berubah menjadi tempat paling menakutkan.

Tidak! Aku tidak boleh diam saja atau mereka akan mati kehabisan darah. Kuseret satu persatu tubuh mereka menuju ke pinggir pantai di mana Baruna menambatkan boat. Darah berceceran sepanjang jalan. Dengan sisa tenagaku, kunaikkan tubuh-tubuh tak berdaya itu dengan susah payah ke atas boat. Aku bersyukur pernah belajar mengemudikan boat. Kupacu boat dengan kecepatan penuh. Mereka harus mendapatkan pertolongan atau mereka akan mati, walaupun aku tidak yakin mereka bisa bertahan.

Berbagai kemungkinan berkelebat di benakku. Mungkin takkan ada lagi Arlan dan Baruna. Mungkin, salah satu dari mereka masih bisa bertahan. Mungkin, mereka berdua masih bisa diselamatkan. Dan mungkin, kami bertiga mati tenggelam kalau aku tidak berhasil membawa boat ini.

No comments:

Post a Comment

Music Video of The Week