The Other Side of Me: July 2012

Monday, July 30, 2012

Sasirangan


Aku kembali. Jadi, kapan kita ketemu lagi?

Sekali lagi kubaca pesan itu. Mungkin sudah puluhan kali kubaca sejak kuterima siang tadi. Hari yang buruk. Buruk sekali untukku. Sekarang tidak ada lagi Baruna untukku. Tidak sebagai kekasih. Tapi mungkin itu juga berarti tidak pula sebagai sahabat. Semua sudah berakhir. Kisah romansa kami, persahabatan kami.

Besok aku ke Banjarmasin. Kamu dimana?

 Akhirnya kubalas juga pesannya. Treett…treett… Handphone dalam genggamanku bergetar.

Ok, kalau gitu kita ketemu di Banjarmasin.
***

Saturday, July 7, 2012

Aku Kembali


Aku menyusuri bangunan tua di sepanjang jalan ini. Bangunan yang indah sebetulnya. Sayang, banyak yang tidak terawat. Sesekali aku berhenti untuk memotret. Aku tidak bisa melewatkan begitu saja apa yang ada di depan mataku. Sesuatu yang menurutku menarik, harus diabadikan dalam gambar dan tulisan. Itulah mengapa aku memilih untuk menjadi travel writer. Aku suka bepergian, aku suka memotret, dan aku suka menulis. Inilah aku.

Genggaman Tangan

Cerita kedua puluh dua
Cerita kedua puluh tiga

Kembali Luna membaca ulang tulisan di selembar kertas yang baru saja diselesaikannya. Dia menarik nafas, dalam dan panjang. Mengapa hidupnya jadi serumit ini?

Dia merasa sangat sepi. Suara gemuruh air terjun Grojogan Sewu di depannya ini pun tak bisa menghilangkan sepi yang dia rasakan. Sepertinya enak menjadi air terjun itu. Mengalir saja mengikuti arus, tanpa harus berpikir untuk melawan arus. Tapi bukankah membosankan jika hidup hanya mengalir mengikuti arus? Tak ada tantangan yang bisa ditaklukkan. Sangat berrtolak belakang dengan sifatnya yang sangat menyukai tantangan, bahkan terkesan mencari-cari tantangan itu.

Ramai

Cerita kedelapan belas
Cerita kesembilan belas
Cerita kedua puluh
Cerita kedua puluh satu


“Tetapi kita punya doa yang pasti suatu saat terjawab….” Aku dan Arlan kaget mendengar suara yang tiba-tiba di belakang kami. Bersamaan kami menoleh, kaget melihat sosok perempuan itu.

“Apa kabar kalian?” tanpa permisi dia duduk di sebelahku. Aku dan Arlan hanya saling pandang.
“Kenapa kalian bengong?” Dia memandang kami dengan tatapan menyelidik, kemudian tertawa.
“Kalian tahu? Kalian berdua itu seperti pembunuh yang tertangkap tangan. Mata kalian berdua, seperti ingin memakanku. Hahaha…” dia kembali tertawa. Iya, benar sekali. Sekarang ini rasanya aku ingin memakannya, membungkam mulutnya, membunuhnya.

Music Video of The Week