The Other Side of Me: 2012

Monday, December 31, 2012

Goodbye 2012

Tahun 2012 hampir berakhir. Aku mau ikut-ikutan bikin flashback selama setahun ini, hehehe. Banyak suka dan duka di tahun 2012 ini. Ada kejadian yang diharapkan terwujud, ada juga kejadian yang gak diharapkan terjadi. Yang pasti aku sangat bersyukur atas semua yang terjadi di tahun ini. Semua kejadian itu pasti ada hikmahnya, kok. Pokoknya tahun 2012 ini keren banget, deh!

Friday, December 28, 2012

The Best Moment in This Year

Banyak kejutan yang datang di tahun ini. Kejutan terbaik adalah saat aku tahu bahwa aku hamil, lebaran kemarin. Alhamdulillah! Sempat ragu apakah kandunganku baik-baik saja, secara aku ke sana ke mari melulu, capek pastinya. Apalagi pas lebaran, dari Malang ke Pati, lanjut ke Magelang, balik ke Pati, terus ke Semarang, balik Pati lagi, ke Tasik (di sini baru tahu kalau hamil), terus ke Bandung, pulang ke Pati, dan akhirnya balik ke Malang. A big wow buat mobilitasku. Alhamdulillah kandungannya baik-baik saja dan sehat. Cuma, begitu tahu kalau hamil, aku jadi teler, muntah melulu, padahal sebelum tahu masih baik-baik saja, gak ada keluhan apa pun.

Wednesday, December 12, 2012

Mungkin (Takkan) Ada Lagi



Dua minggu yang lalu…

"Selamat siang, Mbak Luna, kami ingin mengingatkan bahwa minggu depan Anda ada perjalanan ke Raja Ampat," ujar suara di seberang.
"Raja Ampat? Kok saya belum tahu ya, Mbak," jawabku heran.
"Tiket pesawat, akomodasi dan travel selama di Raja Ampat sudah di pesan satu minggu yang lalu."
"Oh, gitu. Bisa tolong di email ke saya itinerary-nya?" pintaku.
"Baik, Mbak. Nanti saya email."
"Terima kasih, Mbak," ujarku sebelum menutup telepon.

Monday, November 26, 2012

Langit pun Tersenyum



Aku tidak percaya Baruna melamarku. Amerika? Dia ingin kami menikah di Amerika? Ternyata dia benar-benar serius, dia sungguh mencintaiku. Tapi apa memang aku juga mencintainya? Entahlah. Semua menjadi semakin rumit. Mungkin aku salah karena masih berhubungan dengannya. Bukankah aku sudah berjanji akan melupakan dia dan semuanya? Tapi mengapa kami malah menjadi semakin dekat? Dan sekarang dia melamarku. Baiklah, aku mengaku, dia seperti candu bagiku. Semakin aku mencoba menjauhinya, semakin ingin aku dekat dengannya.
Sejak aku kembali, Baruna selalu mengejarku, berusaha untuk membuatku kembali padanya. Aku yang awalnya bersikukuh tidak akan mau mengulang lagi cerita lama kami, pada akhirnya menyerah. Aku kembali jatuh dalam pelukannya. Aku kalah. Pesonanya masih terlalu kuat untuk kuacuhkan. Ternyata aku lemah. Bahkan untuk menjaga janjiku pun aku tak mampu.

Sunday, November 25, 2012

Aku Tak Mengerti



Next trip Museum Kota Makassar, Lan, dan aku sendiri. Kita ketemu di sana, ya? Jam 12.00 aku mendarat. Miss u. Luna.*kecup*

Aku tekan sent dan langsung mematikan ponselku. Senyum tipis tak henti menghiasai wajahku. Aku akan bertemu dengan Arlan lagi, setelah pertemuan kami di Bali beberapa bulan yang lalu. Aku senang karena Arlan baik-baik saja. Hubungan kami sekarang kembali seperti dulu, sahabat, tidak lebih dan tidak akan pernah lebih dari itu. Itu janji kami. Aku tahu, tidak mudah mengembalikan perasaan cinta itu menjadi sahabat lagi. Namun, aku percaya, tidak ada yang tidak mungkin. Kalau rasa cinta saja bisa berubah menjadi benci, pasti tidak terlalu sulit menjadikan cinta itu tak lebih dari rasa sayang. Menyakitkan? Mungkin. Tapi rasa sakit sesaat itu akan berbuah rasa tenang dan bahagia sepanjang hidup kami kalau kami bisa melaluinya.

Memori Tentangmu



            Arlan meninggalkan Baruna dengan perasaan kacau. Entah apa yang diinginkannya saat ini. Dia ingin melupakan Baruna, Luna, dan semua masa lalu itu, tapi di sisi lain dia tidak sanggup. Begitu melihat sosok Baruna sekali lagi, semua keinginan yang sudah mantap di dalam jiwanya itu perlahan goyah. Dia masih menginginkan Baruna, dan sekarang dia begitu rindu pada Luna.
            Diambilnya ponsel di saku celananya. Dengan tangan gemetar, Arlan mencoba menekan serangkaian angka yang masih sangat diingatnya. Dia menunggu panggilannya tersambung dengan perasaan cemas. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya,



“Hallo…” sapa suara di seberang. Arlan masih membisu, mencoba mengumpulkan suaranya.
“Luna, ini aku…” Hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya.
Luna merasa seluruh tubuhnya lemas begitu mendengar jawaban itu. Suara itu… Luna sangat mengenal suara itu. Dia tidak mungkin salah.

Monday, July 30, 2012

Sasirangan


Aku kembali. Jadi, kapan kita ketemu lagi?

Sekali lagi kubaca pesan itu. Mungkin sudah puluhan kali kubaca sejak kuterima siang tadi. Hari yang buruk. Buruk sekali untukku. Sekarang tidak ada lagi Baruna untukku. Tidak sebagai kekasih. Tapi mungkin itu juga berarti tidak pula sebagai sahabat. Semua sudah berakhir. Kisah romansa kami, persahabatan kami.

Besok aku ke Banjarmasin. Kamu dimana?

 Akhirnya kubalas juga pesannya. Treett…treett… Handphone dalam genggamanku bergetar.

Ok, kalau gitu kita ketemu di Banjarmasin.
***

Saturday, July 7, 2012

Aku Kembali


Aku menyusuri bangunan tua di sepanjang jalan ini. Bangunan yang indah sebetulnya. Sayang, banyak yang tidak terawat. Sesekali aku berhenti untuk memotret. Aku tidak bisa melewatkan begitu saja apa yang ada di depan mataku. Sesuatu yang menurutku menarik, harus diabadikan dalam gambar dan tulisan. Itulah mengapa aku memilih untuk menjadi travel writer. Aku suka bepergian, aku suka memotret, dan aku suka menulis. Inilah aku.

Genggaman Tangan

Cerita kedua puluh dua
Cerita kedua puluh tiga

Kembali Luna membaca ulang tulisan di selembar kertas yang baru saja diselesaikannya. Dia menarik nafas, dalam dan panjang. Mengapa hidupnya jadi serumit ini?

Dia merasa sangat sepi. Suara gemuruh air terjun Grojogan Sewu di depannya ini pun tak bisa menghilangkan sepi yang dia rasakan. Sepertinya enak menjadi air terjun itu. Mengalir saja mengikuti arus, tanpa harus berpikir untuk melawan arus. Tapi bukankah membosankan jika hidup hanya mengalir mengikuti arus? Tak ada tantangan yang bisa ditaklukkan. Sangat berrtolak belakang dengan sifatnya yang sangat menyukai tantangan, bahkan terkesan mencari-cari tantangan itu.

Ramai

Cerita kedelapan belas
Cerita kesembilan belas
Cerita kedua puluh
Cerita kedua puluh satu


“Tetapi kita punya doa yang pasti suatu saat terjawab….” Aku dan Arlan kaget mendengar suara yang tiba-tiba di belakang kami. Bersamaan kami menoleh, kaget melihat sosok perempuan itu.

“Apa kabar kalian?” tanpa permisi dia duduk di sebelahku. Aku dan Arlan hanya saling pandang.
“Kenapa kalian bengong?” Dia memandang kami dengan tatapan menyelidik, kemudian tertawa.
“Kalian tahu? Kalian berdua itu seperti pembunuh yang tertangkap tangan. Mata kalian berdua, seperti ingin memakanku. Hahaha…” dia kembali tertawa. Iya, benar sekali. Sekarang ini rasanya aku ingin memakannya, membungkam mulutnya, membunuhnya.

Tuesday, June 19, 2012

Biru, Jatuh Hati

Cerita keenam belas
Cerita ketujuh belas
Dua hari sebelumnya

“Ayo kita lomba renang. Yang menang bisa makan malam gratis nanti,” Luna mengajukan usul yang menurutku sangat manarik.
“Setuju! Ayo…” tantangku bersemangat.
“Oke, finish nya di kapal itu,” teriak Luna sekali lagi.
Kami bertiga berlari ke arah laut Pangandaran dan mulai berenang ke tengah. Aku tahu, kami berdua pasti kalah dari Luna. Tapi aku tak akan mengalah begitu saja.

“Baruna, jangan curang! Jangan tendang kakiku!”
“Aaw… Arlan! Airnya kena mataku!”
“Kalian berdua curang!”
“Yeeeaahhh aku menang… aku menang… kalian berdua payah!”
Teriakan-teriakan Luna silih berganti. Dia begitu gembira dengan kemenangannya, yang berarti dia bisa makan gratis, dan kami berdua, para pecundang dalam hal renang melawan Luna, yang harus membayarnya.
Luna memang jago berenang. Laut seakan sudah menjadi bagian dari dirinya. Dia selalu mengataiku pecundang karena aku tidak berani menyelam. Ya, Luna sangat jago menyelam.
***

Sehangat Serabi Solo

Cerita keempat belas
Cerita kelima belas

Selamat Ulang Tahun, Luna

Kubaca kalimat yang tertulis di sebuah kartu ucapan berwarna biru, yang kuterima bersama setangkai mawar berwarna sama. Ku pandangi penuh curiga pria yang kini duduk di depanku.
“Siapa kamu?” tanyaku ketus.
“Kan udah bilang tadi, namaku Jimmy,” jawabnya cuek.
“Memangnya kamu kenal aku? Gimana bisa tahu sekarang aku ulang tahun? Dan gimana bisa tahu aku disini?” tanyaku semakin curiga. Dia malah tertawa. Ingin sekali kumasukkan bunga di tanganku ini ke mulutnya yang sedang tertawa lebar. 

Saturday, June 16, 2012

Sepanjang Jalan Braga

Cerita kesepuluh
Cerita kesebelas
Cerita kedua belas
Cerita ketiga belas

 “Mang, boleh saya beli sketsa ini?”
“Ya boleh atuh, Neng.”
“Apa Mamang masih menyimpan fotonya?” tanyaku penasaran.
“Foto apa, Neng?”
“Foto asli dari sketsa ini. Ah, mungkin sudah nggak ada, ya, Mang. Sudah empat tahun yang lalu,” ujarku kecewa.
“Oh… sebentar ya, Neng, Mamang carikan, siapa tahu masih ada.”

Friday, June 15, 2012

Kerudung Merah

Cerita keenam
Cerita ketujuh
Cerita kedelapan
Cerita kesembilan


Dahulu, ada seorang gadis kecil yang tinggal di dekat hutan. Pada saat dia keluar dia selalu menggunakan kerudung merah. Jadi semua orang di desanya memanggilnya gadis berkerudung merah.
Suatu pagi, gadis berkerudung merah berkata kepada ibunya bahwa dia ingin pergi mengunjungi rumah neneknya. Di tengah jalan, dia bertemu dengan serigala dan dia bercerita bahwa dia akan pergi ke rumah neneknya. Tanpa disadarinya, serigala itu lebih dulu sampai ke rumah neneknya dan menyamar menjadi nenek. Gadis berkerudung merah baru sadar ketika serigala ingin memakannya.

“Aku ingin menjadi seperti serigala itu.”
***

Thursday, June 14, 2012

Jingga Di ujung Senja

Cerita keempat 
Cerita kelima


Suasana hiruk pikuk memenuhi tempat ini. Kuedarkan pandangan ke sekitar, mencari sosok Baruna di keramaian. Nihil. Kualihkan pandangan ke Jembatan Ampera yang membentang di atas Sungai Musi.  Warna merahnya berpadu sempurna dengan jingga senja. Air sungai memantulkan redup bayangannya. Aku suka senja. Selalu suka. Sudah tak terhitung senja yang kuhabiskan berdua dengan Baruna

Baruna, lelaki yang kusayangi lebih dari diriku sendiri. Baruna, lelaki yang ingin kumiliki untukku sendiri, tanpa terbagi. Aku bukan hanya mencintai Baruna. Aku memujanya.

Wednesday, June 13, 2012

Pagi Kuning Keemasan

Cerita ketiga


Akhirnya aku kembali ke pulau ini lagi. Satu tahun. Ya, hari  ini tepat satu tahun sejak peristiwa kelam itu.

Kuayunkan langkahku yang terasa berat menuju mercusuar yang tinggi menjulang di depan sana. Aku pernah mencapai lantai tertinggi mercusuar itu, merekam indahnya langit jingga ciptaan Tuhan bersama Luna, gadis manis yang sudah empat tahun ini menjadi kekasihku.  Pernah juga menanti cahaya kuning pagi hari di puncak tertinggi itu bersama dia, kekasihku yang lain.

Tuesday, June 12, 2012

Menunggu Lampu Hijau


“Tidak! Mama tidak setuju!”
“Tapi, Ma… Andra sayang sama dia,” aku berusaha meyakinkan mama.
“Mama  bilang tidak boleh, ya tidak boleh, Andra!” Mama memandangku galak.
Aku berlari keluar rumah, tidak lagi menghiraukan teriakan mama yang memanggilku. Kubawa langkahku menyusuri jalanan menuju tempat biasa kita bertemu.
Jam besar di atas menara itu menunjukkan pukul 5.10 ketika aku tiba. Aku tahu kamu pasti ada disana, menikmati suasana senja Kota Bukittinggi di bawah Jam Gadang seperti sore-sore yang telah lalu. Jika di hari-hari lalu aku dengan riang datang ke sini, tidak begitu sore ini. Berat untuk memberikan kabar ini padamu. Aku tidak ingin membuatmu sedih. Jalan hidupmu selama ini sudah sangat berat dan aku tidak mau menambahnya lagi.

Wednesday, May 9, 2012

Sisi Lain Pulau Lombok

             Pulau Lombok memang dikenal dengan keindahan pantai dan kehidupan lautnya yang indah untuk dinikmati. Dan bicara pantai di Lombok, orang pasti akan menyebutkan Pantai Senggigi dan Gili Trawangan yang sangat terkenal bahkan sampai ke mancanegara. Adakah pantai yang lebih indah dari Senggigi dan Gili Trawangan? Jawabannya adalah: BANYAK!!
            Saya tinggal di Lombok, tepatnya di Kota Mataram, tapi saya bukan orang Lombok asli, hanya perantauan yang “kebetulan” bertugas di Mataram. Jadi, mumpung tinggal di Lombok, saya dan teman-teman kantor sering melakukan perjalanan ke tempat-tempat menarik di Pulau Lombok. Itu salah satu hal yang dapat saya syukuri dari penempatan kerja saya yang jauh dari kampung halaman.
            Suatu hari di bulan Desember 2009, kami kedatangan tamu dari kantor pusat. Dan sudah menjadi kebiasaan setiap kali ada pegawai dari kantor pusat datang pasti mereka minta ditemani jalan-jalan. Saya sih senang-senang saja diminta menemani jalan, karena kebetulan waktu itu saya baru beberapa bulan di Lombok, dan baru beberapa tempat yang sudah saya kunjungi, antara lain Senaru, Gili Air, Gili Trawangan, dan Pantai Senggigi. Kami pergi bertujuh, saya, si ibu dari kantor pusat, empat orang teman kantor yang semuanya cewek, dan sopir kantor yang merangkap sebagai guide kami.
            Seharian itu kami ingin menjelajah pantai-pantai di Kabupaten Lombok Tengah yang katanya bagus-bagus. Tujuan pertama kami adalah Pantai Selong Belanak. Perjalanan dari Mataram ke pantai ini sekitar dua jam. Lokasi pantainya sangat jauh dan susah dijangkau dengan kendaraan umum, tipikal kebanyakan pantai di Lombok. Jadi kalau mau jalan-jalan di Lombok, jangan pernah berharap bisa menggunakan angkutan umum kecuali taksi, dan itu berarti pengeluaran besar. Lebih baik menyewa mobil atau motor, dengan resiko agak kesulitan dengan arah jalan karena tidak ada petunjuk jalan khusus menuju tempat wisata. Hal ini sering kami alami, bahkan saya dan teman-teman pernah berjam-jam nyasar sewaktu kami ingin menikmati keindahan Pantai Surga. Jika tidak mau repot, cukup menyewa mobil beserta driver.

Pantai Selong Belanak
            Pantai Selong Belanak adalah pantai yang bagus. Gradasi warna air lautnya sangat keren: biru, biru tua, tosca, dengan hamparan pasir pantai berwarna putih yang halus. Di tengah laut terdapat tiga bukit karang yang menjulang. “Tiga bukit itu seperti Three Sister yang di Australia.” Bu Etty, tamu kami berujar takjub. Kami sempat menikmati ombak lautan dan mengelilingi tiga bukit itu menggunakan kapal nelayan yang kami sewa.
            Sewaktu kami kesana ada beberapa orang wisatawan juga, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Pantai ini tergolong sepi pengunjung, sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan Senggigi atau Gili Trawangan, padahal Pantai Selong Belanak tidak kalah bagusnya. Seandainya dikelola dengan lebih baik dan promosi yang memadai, saya yakin Pantai Selong Belanak bisa dijadikan salah satu andalan pariwisata di Pulau Lombok, khususnya Lombok Tengah. Contoh pengelolaan yang kurang memadai salah satunya adalah toilet. Memang ada toilet tetapi jumlahnya sangat terbatas dan sangat kotor dengan air yang alirannya sangat minim. Disana terdapat beberapa cottage dan rumah makan, tetapi kurang tertata dengan baik. Dan satu lagi yang mengecewakan, lingkungan sekitar pantai yang kurang bersih. But overall saya sangat menikmati pemandangan dan keindahan pantainya sehingga melupakan kekurangan-kekurangan di sekitar pantai.
***
Pantai Mawun
            Dari Selong Belanak kami mampir ke Pantai Mawun. Pantai Mawun merupakan pantai kecil berpasir putih yang dikelilingi oleh bukit dengan air yang bersih dan jernih serta ombak yang kecil, sangat cocok untuk berenang dan berjemur. Untuk yang menginginkan ketenangan dalam liburan, cobalah datang ke Pantai Mawun. Suasananya sangat tenang, yang terdengar hanya debur ombak yang melenakan. Hal ini dikarenakan tidak banyak wisatawan yang datang kesana. Sewaktu kami kesana hanya ada beberapa wisatawan mancanegara yang sedang berenang dan berjemur. Just like a private beach. Ingin rasanya mendirikan tenda dan berkemah disana, berenang dan berjemur seharian, pasti sangat menyenangkan. Tidak banyak yang dapat saya ceritakan dari Pantai Mawun selain saya ingin mendirikan rumah kayu di sana, seperti villa pribadi, saking memikatnya pantai ini untuk saya. Jika saya jenuh dengan suasana kota dan pekerjaan, saya akan lari ke villa saya di pinggir Pantai Mawun dan bermalas-malasan seharian. Impian yang sulit terwujud nampaknya,

***
Perjalanan kami berikutnya adalah Pantai Kuta atau yang sekarang disebut pantai Mandalika. Tidak hanya Bali yang punya Pantai Kuta, di Lombok juga ada. Berbeda dengan Pantai Kuta Bali yang berpasir putih, Pantai Kuta Lombok berpasir merica, butiran-butiran pasirnya sebesar merica, berwarna putih kekuningan. Terdapat batu-batu karang di pinggir pantai. Jika Pantai Kuta Bali berada di tengah kota yang ramai, banyak polusi dan bising, Pantai Kuta Lombok terletak jauh dari keramaian, udaranya juga masih segar karena jauh dari polusi walaupun tidak jauh dari jalan raya juga. Kami tidak lama disana, karena merasa terganggu dengan banyaknya penjual souvenir dan mereka ini sangat ngotot. Kalau kita tidak membeli mereka akan terus mengikuti kita, dan jika kita membeli, maka pedagang-pedagang yang lain akan datang dan menyerbu kita. Hal ini membuat wisatawan sangat tidak nyaman. Sangat disayangkan, pantai yang bagus di depan mata tidak bisa kita nikmati karena kita sibuk dengan para pedagang itu.
Pantai Mandalika / Kuta
            Tapi ada satu cerita yang kami dapat dari Pantai Kuta. “Disini ada tradisi Bau Nyale yang biasanya diadakan pada bulan Februari” Mulyadi, driver sekaligus guide kami yang memang orang Sasak asli bercerita kepada kami. “Bau Nyale? Apaan tuh?” tanyaku antusias. Dan diapun mulai bercerita tentang tradisi yang disebut Bau Nyale tersebut.
            Setiap setahun sekali, yaitu antara bulan Februari dan Maret di Pantai Kuta diadakan upacara atau festival yang dikenal dengan Bau Nyale.  Kata “Bau” berasal dari bahasa Sasak yang berarti menangkap atau mengambil, sedangkan “Nyale” adalah sejenis cacing laut yang hidup di batu karang di bawah permukaan laut. Festival ini merupakan tradisi masyarakat Sasak dan berkaitan erat dengan legenda yang berkembang di Lombok tentang seorang putri raja yang sangat cantik jelita bernama Putri Mandalika.  Jadi, karena kecantikan Putri Mandalika, banyak pangeran dari kerajaan lain yang ingin memperistrinya. Setiap lamaran yang datang tidak satupun yang ditolak oleh sang putri. Para pangeran ini tidak terima jika sang putri diperistri oleh banyak pangeran, maka mereka sepakat untuk menentukan siapa yang berhak memperistri Putri Mandalika dengan peperangan. Siapa yang menang dalam peperangan tersebut, dialah yang berhak mendapatkan sang putri yang cantik. Mendengar kabar tersebut Putri Mandalika segera mencari jalan keluarnya, jangan sampai terjadi peperangan dan ada pertumpahan darah. Putri ingin memilih salah satu dari sekian banyak pangeran yang melamarnya, tetapi hal itu tidak akan menghindarkan adanya pertumpahan darah.
Putri Mandalika mengundang keluarga kerajaan dan seluruh rakyatnya, serta para pangeran yang melamarnya beserta rakyat mereka ke Pantai Kuta. Di hadapan semua yang hadir, sang putri berkata ”Setelah aku pikirkan dengan matang, aku memutuskan bahwa diriku untuk kalian semua. Aku tidak dapat memilih satu di antara banyak pangeran. Diriku telah ditakdirkan menjadi nyale yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya nyale di permukaan laut.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Putri Mandalika menceburkan dirinya ke tengah laut, dan tak lama setelah sang putri ditelan ombak laut, tiba-tiba bermunculan binatang seperti cacing yang banyak sekali dari dasar laut. Cacing laut tersebut memiliki warna yang berbeda-beda, berwarna-warni, putih, hitam, merah, hijau, kuning, dan ada pula yang coklat. Putri Mandalika mengorbankan jiwa dan raganya demi kedamaian. Masyarakat Sasak mempercayai bahwa Nyale yang keluar dari dasar laut setiap setahun sekali tersebut sebagai jelmaan dari Putri Mandalika. Sesuai pesan sang putri, mereka mengambil nyale sebanyak-banyaknya dan menikmatinya, bahkan ada yang langsung dimakan hidup-hidup. Menurut penelitian, nyale memiliki kandungan protein hewani yang sangat tinggi dan dapat membantu mengeluarkan kuman-kuman dalam tubuh.
***
Pantai Tanjung Aan
Pantai Tanjung Aan
Tujuan terakhir kami hari itu adalah Tanjung Aan. Tanjung Aan sangat unik, memiliki dua jenis pasir pantai yaitu pasir putih yang halus seperti tepung dan pasir merica berwarna-warni. Hamparan batu karang memenuhi satu sisi pantai, sedangkan sisi yang lain yang berpasir halus sangat cocok untuk berenang karena bebas dari batu karang, ombak lautpun tidak terlalu besar dan airnya sangat jernih serta pantainya bersih. Ada sebuah bukit yang menjulang di pinggir pantai, yang memungkinkan kita melihat keindahan pantai dari atas bukit. Tanjung Aan sangat menakjubkan, saya sangat suka pantai ini. Tapi sepertinya, lagi-lagi,  pantai yang indah ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak sampah yang dibuang begitu saja di pantai. Hal ini benar-benar sangat disayangkan. Pantai yang sangat indah itu harus tercemar karena kurangnya kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya.
***
            Dalam perjalanan kembali ke Mataram, sempat mengalami kemacetan di perjalanan, hal yang sangat jarang terjadi di Lombok. Kami penasaran dengan penyebab kemacetan itu, apakah ada kecelakaan atau apa. “Paling ada Nyongkol” kata Mulyadi menjawab penasaran kami. Apapula itu Nyongkol?
            Nyongkol atau Nyongkolan adalah salah satu tradisi masyarakat Sasak, yaitu arak-arakan pengantin dari rumah mempelai pria menuju rumah mempelai wanita. Jangan membayangkan arak-arakan pengantin dengan menggunakan mobil atau kendaraan lainnya, karena nyongkolan dilakukan dengan berjalan kaki. Satu pertanyaan saya, bagaimana kalau misalnya rumah mempelai pria di Kabupaten Lombok Timur dan rumah mempelai wanitanya di Kota Mataram? Apakah harus nyongkolan, jalan kaki dari Lombok Timur ke Mataram? Dibayar berapapun saya pasti menolak ikut nyongkolan dari Lombok Timur ke Mataram! Naik mobil saja capek, satu setengah jam perjalanan.
            Dalam rombongan nyongkolan terdiri dari rombongan orang tua dari keluarga laki-laki, pengantin wanita beserta para pendampingnya, diikuti oleh pengantin pria dan pengiringnya, kemudian dibelakang rombongan pengantin adalah penggembira dan pengiring kesenian khas Lombok, seperti tawaq-tawaq, gendeng beleq, gamelan, rebana, dan lain-lain. Semua rombongan tersebut menggunakan pakaian adat Sasak. Tapi yang kami lihat waktu itu, ada segerombol anak muda memakai pakaian hitam-hitam dibarisan paling belakang, membawa sound system dan menyanyikan lagu-lagu yang tengah popular di masyarakat sambil berjoget, padahal kalau adat nyongkol yang asli di zaman dulu kan tidak ada yang seperti itu. Itulah pergeseran budaya. Padahal kalau menurut saya, rombongan tersebut hanya mengganggu saja, terutama untuk warga asing seperti saya yang baru pertama kali melihat tradisi nyongkol. Mungkin bagi mereka kelompok tersebut adalah penggembira, yang membuat suasana semakin semarak dengan lagu-lagu hits masa kini dan tarian mereka. Tetapi menurut saya hal tersebut justru mengurangi nilai adat dan kesan tradisional dari nyongkolan, dan suara musik yang keras dari sound system itu menenggelamkan suara musik dari tawaq-tawaq, gendang beleq, gamelan, dan alat musik tradisional Lombok lainnya.
***
            Bulan mengintip malu-malu dari balik awan sewaktu kami sampai di Mataram. Perjalanan panjang yang melelahkan ditambah tuntutan perut yang menjerit minta makan, memaksa kami untuk segera memutuskan apa yang akan kami santap sebagai hidangan makan malam.
            “Mau makan apa bu?” karena dalam rangka menamani tamu, maka kami membiarkan tamu kami memilih menu makan malam.
            “Mumpung di Lombok, saya mau nyobain Ayam Taliwang” pilihan yang tepat saya rasa.
            Warung Ayam Taliwang Pak Udin yang berada di daerah Cakranegara menjadi pilihan kami. Warung tenda pinggir jalan ini selalu penuh setiap harinya. Beruntung masih ada tempat kosong. Dan ayam bakar madu menjadi pilihan saya, disantap bersama nasi hangat dan plecing kangkung. Yang unik dari ayam taliwang selain bumbunya tentu saja, adalah ayamnya. Ayam yang digunakan adalah ayam yang belum dewasa, dan disajikan utuh dari kepala sampai paha, cuma dibuang cakarnya saja. Kurang lengkap rasanya makan ayam taliwang tanpa plecing kangkung. Kangkung, tauge dan kacang tanah rebus ditambah sedikit parutann kelapa dan tentu saja beberuk yang super pedas. Beberuk adalah sambal khas Lombok. Plecing kangkung adalah menu wajib masyarakat Lombok. Kangkung Lombok agak sedikit berbeda, daunnya sedikit dan batangnya panjang. Banyak pula yang menjadikan kangkung Lombok sebagai oleh-oleh.
            Malam semakin larut. Badan yang lelah dan ayam taliwang yang melenakan perut membuat mata langsung mengantuk. Kami pun mengakhiri perjalanan ini. Perjalanan yang sangat menyenangkan dan mengesankan, walaupun hanya sedikit yang kami kunjungi hari itu. Masih akan lama saya disini, mungkin beberapa tahun lagi. Saya masih punya banyak waktu untuk mencari keindahan lain di Pulau Lombok yang belum banyak orang ketahui. Indonesia memang indah. Maha Besar Allah yang menciptakan alam seindah ini.


Saturday, April 7, 2012

Masih Disini

Arash
Pesawat yang kutumpangi akhirnya mendarat. Aku kembali ke pulau ini lagi, pulau yang dulu kutinggalkan bersama separuh jiwaku, pulau yang mengenalkanku pada cinta, pada dia. Sosok gadis manis berambut panjang dan berkulit kuning langsat itu kembali berkelebat dalam otakku. Bagaimana kabarnya? Bagaimana kehidupannya kini? Bahagiakah dia? Apakah dia masih mengingatku atau malah sama sekali tidak pernah lagi memikirkanku sejak aku kembali ke tanah kelahiranku? Yang aku tahu hanya satu, sampai sekarang aku tidak pernah berhenti memikirkannya, tidak pernah berhenti mencintainya.

Thursday, March 15, 2012

Tampang Sangar, Hati Menawan

Superman Is Dead. Saya mengenal nama itu sewaktu masih kelas 2 SMA, dari radio yang memutar lagu "Punk Hari Ini". Sekali mendengarkan, saya langsung suka dengan lagu itu. Saya memang lebih menyukai musik-musik keras macam Linkin Park, Blink 182, Sum 41, dll. Sedikit aneh memang untuk remaja putri seperti saya waktu itu, apalagi saya dikenal kalem dan pendiam #ehem. Kebanyakan cewek, apalagi SMA, lebih suka stupid love song yang menye-menye, kan? Dengan penyanyi yang ganteng-ganteng (katanya). Tapi saya memilih aliran musik yang lebih banyak disukai kaum adam.

Jejak Karya Kecilku

2011


"Cinta Diam-diam" dalam buku Bimbang #2 (Nulisbuku)

"Malaikat Kecilku" dalam buku Tanya 10 Hati (Nulisbuku)

Thursday, February 9, 2012

Rumah Keduaku

Nama             : Susi Wulandari
Penempatan  : Mataram, Nusa Tenggara Barat

            Hanya satu hal yang ada dipikiranku saat membaca Surat Keputusan tersebut, seperti apa Nusa Tenggara Barat itu? Sama sekali tak ada bayangan. Kemudian muncul beberapa pertanyaan. Panaskah disana? Seperti apa masyarakatnya? Apakah Mataram dekat dengan Pulau Lombok? Silahkan tertawa. Tapi aku memang sama sekali tidak tahu kalau Mataram  terletak di Pulau Lombok itu sendiri. Bodoh. Warga Negara Indonesia tapi tidak mengenal dengan baik wilayah negaranya.

Dan 24 Cerpen Terpilih #Proyek27 Adalah….

Tanggal 27 Januari 2012 lalu, saya posting proyek menulis cerpen dengan tema “Pelangi, Langit, dan Senja” yang kami beri nama #Proyek27. Awalnya kami pesimis bakal banyak yang ikut, karena sampai hari ketiga baru 9 cerpen yang masuk ke kami. Ternyata sampai hari kelima (31 Januari 2012) total cerpen yang masuk ke email #Proyek27 ada 61 cerpen! Wow! Padahal hanya 24 cerpen saja yang akan dibukukan. Sangat susah sebenarnya kami menyeleksi, memilih 24 dari 61 cerpen tersebut, karena semuanya bagus-bagus. Tapi mau tidak mau kami harus memilih, dan Insya Allah penilaian kami seobyektif mungkin. Ada beberapa kriteria yang kami jadikan dasar penilaian. Jadi maaf buat teman-teman yang cerpennya belum kepilih, kami salut sama kalian, kalian semua hebat! Terima kasih udah ikut berpartisipasi di #Proyek27 ini. Terus berkarya, ya…

Friday, January 27, 2012

#Proyek27

Buat teman-teman yang suka nulis cerpen, mariiiii ikuti #Proyek27 ini. Kenapa namanya #Proyek27? Karena sekarang tanggal 27, hehehe...
Langsung aja ya syarat dan ketentuannya...
  1. Tulisan berbentuk cerpen, boleh fiksi, fantasi, true story atau apa pun, pokoknya yang berbentuk cerpen.
  2. Tema : Pelangi, Senja, dan Langit. Harus ada ketiga unsur tersebut ya... silakan berimajinasi dengan tema ini
  3. Tidak mengandung unsur SARA dan pornografi
  4. Tulisan diketik sepanjang maksimal 4 (empat) halaman A4 dengan spasi 1,5 font TIMES NEW ROMAN 12 margin normal

Wednesday, January 25, 2012

Langit dan Pelangi dalam Senja

Langit jingga merona manja
Di batas cakrawala senja
Langit terpaku
Terdiam dalam lamunan
Menanti...

Kumpulan warna menari menghias langit
Berpendar
Berbaur dengan jingga senja
Langit terpukau
Tercekat kata
Dia yang kunanti telah menampakkan diri

Thursday, January 19, 2012

Aku Benci Kamu Hari Ini


“Aku benci kamu hari ini!” teriakku, “dan mungkin selamanya,” ucapku lirih sebelum aku pergi meninggalkannya. Lelaki itu hanya diam terpaku di tempatnya. Mungkin tak punya nyali untuk berkata-kata. Begitupun wanita dalam pelukannya, yang sedari tadi dicumbu dengan mesra.
Sudah lebih dari delapan tahun kami bersama, sejak masih remaja berseragam SMA. Dia yang mempesona. Entah aku harus bangga atau waspada karena ketampanannya. Tak jarang aku cemburu karena pesona itu begitu memikat kaum hawa. Tapi dia tetap setia, membuatku semakin cinta.
“Aku akan menunggumu. Kembalilah dengan cinta yang sama, utuh, buatku. Akupun begitu, akan menjaga cinta ini hanya untukmu,” katamu sewaktu aku akan pergi ke Negeri Kangguru untuk menuntut ilmu.

Penggalan Kisah Lama


Hello there, the angel from my nightmare
the shadow in the background of the morgue
the unsuspecting victim of darkness in the valley
we can live like Jack and Sally if we want
where you can always find me
we'll have Halloween on Christmas
and in the night we'll wish this never ends
we'll wish this never ends
(I miss you, miss you)
......

Nggak sengaja aku dengar lagu itu dari laptop temanku, padahal sudah lama banget aku nggak dengar lagu itu. Ah…lagu ini lagi. Aku suka banget lagu Blink 182 yang I Miss U ini. Bukan cuma lagu ini saja, tapi hampir semua lagu Blink 182 aku suka. Tapi khusus lagu ini, ada sebuah cerita yang mengiringinya. Cerita yang mungkin nggak akan pernah aku lupakan. Dan hari ini, sewaktu aku mendengar lagi lagu ini, kenangan itu seakan hadir kembali di depan mataku.
***

Monday, January 16, 2012

Bidadari Itu Adalah Ibu


Dear Ibu…
Apa kabar Ibu disana? Untaian doa tak lelah kupersembahkan untuk Ibu. Harapku semoga Ibu selalu dalam lindungan Allah Yang Maha Besar. Mungkin doaku tak sebanding dengan setiap doa yang engkau ukir untuk anak-anakmu di setiap hela nafasmu, doa yang mengiringi setiap langkahku, doa yang menjadikanku seperti aku yang sekarang.
Aku bangga padamu, Ibu…
Kita bukanlah orang berada, tapi kau tak akan membiarkan anak-anakmu kelaparan. Berapa gaji Bapak yang waktu itu hanya sebagai penyapu jalan? Tidak cukup untuk makan orang serumah selama sebulan, apalagi ditambah biaya sekolahku dan kakak, belum lagi susu untuk adik yang masih bayi. Tapi kau tak hilang akal. Bangun dini hari kau jalani, membuat penganan untuk diijual, begitu setiap hari selama bertahun-tahun. Tak ada keluh kesah apalagi gerutu. Semua kau lakukan dengan keikhlasan, karena baktimu pada Bapak dan cintamu pada kami, anak-anakmu. Kau wanita tegar dan tangguh, Ibu. Sosok yang sangat aku kagumi. Aku ingin menjadi sepertimu.

Dia yang Berakhir di November

3 November 2011
            “Lama ya nunggunya?” dia menghampiriku dengan wajah bersalahnya.
            “Nggak lama kok, baru juga sejam” jawabku sambil melihat jam tanganku.
            “Maaf banget ya, Sayang, tadi ada rapat dadakan.”
            “Iya, nggak apa-apa. Ya udah, yuk, pulang,” aku menyeretnya menuju motor kesayangannya.
Aku sudah capek. Seharian kerjaan seperti tak ada habisnya. Ditambah harus menunggunya menjemputku, dan satu jam bukan waktu yang singkat untuk menunggu. Dia memacu motornya menembus keremangan malam yang dingin.
“Mau makan dulu nggak?” teriaknya berusaha mengalahkan bisingnya jalanan.
            “Boleh deh makan dulu,” ujarku sedikit kurang berminat. Sebenarnya aku tidak ingin makan, aku hanya ingin merebahkan tubuh di kasur empukku. Penat ini sudah tidak tertahankan. Tapi aku tidak ingin membuatnya kecewa. Tak lama kami sampai di warung nasi gandul langganan kami. Nasi gandul di warung ini sangat enak ditambah suasana warung yang nyaman, membuat kami selalu ingin kembali kesini. Warung ini merupakan salah satu tempat kami menghabiskan hari-hari bersama kami.
            “Kenapa sayang? Kok diam aja?”
            “Nggak apa-apa, cuma capek aja,” aku berusaha tersenyum, “di kantor banyak kerjaan tadi.”
            Tak lama pesanan kami datang. Nasi gandul dengan tempe goreng dan segelas teh hangat. Kami menikmati makan malam sambil berceloteh riang. Ah, dia selalu saja bisa membuatku melupakan rasa lelah dan penat yang kurasa, selalu bisa membuatku tertawa dan kembali ceria.

Malaikat Kecilku


            Jam 11.30, sebentar lagi harus jemput Aira di sekolahnya. Aku memberesi barang-barangku dan bergegas keluar. Aku menghampiri Mia, sekretarisku, “Mia, tolong siapin berkas-berkas buat rapat nanti sore ya, saya jemput Aira dulu,”
            “Baik, Bu. Sebagian sudah saya siapkan,” jawab Mia.
Mia memang sekretaris yang bisa diandalkan. Pintar dan cekatan. Aku sangat suka bekerja dengannya. Cepat aku memacu mobil menuju sekolah Aira. Aira adalah anakku satu-satunya. Usianya 5 tahun, dan sekarang dia bersekolah di TK Harapan Bangsa.
            Aku segera turun dari mobil dan mencari Aira di dalam sekolahnya. Biasanya dia ditemani gurunya yang bernama Bu Anis menungguku menjemputnya. Dan benar saja, tampak Bu Anis dan Aira sedang duduk di depan kelas menungguku.
            “Terima kasih untuk hari ini.” Kataku seperti yang biasa aku ucapkan setiap harinya kepada Bu Anis.
            “Sama-sama. Maaf anak-anak memang suka usil sama Aira,” guru itu menjelaskan padaku.
            “Saya mengerti,” hanya itu yang bisa aku katakan. Wajar kalau anak-anak lain tidak bisa berteman dengan Aira. Atau lebih tepatnya Aira tidak bisa berteman dengan mereka.
“Bu, ini ada undangan perpisahan kelas nol besar. Kebetulan anak-anak dari kelas nol kecil akan tampil menyanyi di acara tersebut, termasuk Aira” Bu Anis menyerahkan selembar undangan berwarna biru. aku hanya tersenyum menerimanya. Setelah mengucapkan terima kasih aku bergegas pamit dan mengajak Aira pulang. Aku tidak tahu akan datang atau tidak ke acara tersebut. Tapi….apa yang tadi Bu Anis bilang? Aira ikut tampil bersama anak kelas nol kecil lainnya? Apa tidak salah? Ah mungkin Bu Anis hanya bercanda.

Sunday, January 15, 2012

Cerita di Kala Hujan

Aku suka saat seperti ini. Memandang hujan dari balik jendela sambil menikmati secangkir coklat panas. Harum coklat bercampur bau tanah basah yang menyegarkan, selalu bisa memberikan ketenangan. Aku suka hujan. Aroma tanah yang terjamah olehnya, suara air yang berisik berlomba-lomba turun dari langit, gemuruh petir, dan yang pasti aku selalu menantikan pelangi yang akan muncul sesudahnya. Setidaknya dulu sewaktu aku masih kecil, sering melihat pelangi muncul setelah hujan reda. Tapi sekarang, entah mengapa pelangi tak pernah lagi menampakkan diri.
“Riiiiiiiii...” sebuah suara, yang lebih tepat disebut teriakan, memanggilku, hampir membuat cangkir dalam genggamanku meloncat.
“Apaan, sih, teriak-teriak kayak gitu? Aku nggak budheg kali” omelku sambil meletakkan cangkir yang sudah kosong ke meja. 
Cewek manis di depanku ini seakan tak perduli dengan tampang garang yang sengaja ku pasang, malah senyum-senyum nggak jelas. Cantik. Ya, Keiko memang cantik. Gadis berkulit putih dengan rambut lurus sebahu, bibirnya mungil menggemaskan, dan mata sipitnya serta lesung pipi itu menambah kesempurnaan wajahnya. Keiko lebih mirip Ibunya yang orang Jepang daripada ayahnya yang Jawa. Aku suka melihatnya tersenyum ataupun tertawa, karena mata sipitnya pasti merem, lucu. Rumah kami bersebelahan dan kami bersahabat dari kecil, kami tumbuh bersama, selalu menghabiskan waktu berdua.

Hujan

Dari balik jendela
Ku tatap rinai hujan yang berderai di luar
Sunyi…sepi…
Hanya rintik hujan yang terdengar

Kucoba mencari derai tawamu diantara gelegak hujan
Berharap melihat bayangmu ditengah rinai hujan
Tapi yang terdengar hanya sunyi
Yang kulihat hanya gelap
Kau tak ada dimana-mana

Aku, Dia, dan Cinta

Bertanya aku pada malam dan gemintang
Salahkah jika kulabuhkan cintaku pada dia?
Bertanya aku pada hembus angin
Tak bisakah aku dan dia bersatu demi cinta?

Aku dan dia
Dua manusia biasa yang mendamba bahagia
Aku dan dia
Memiliki rasa yang sama

Saturday, January 14, 2012

Dalam Pelukan Dewi Anjani

Terpekur kami di kaki bukit
menatap jalang puncak menjulang
Darah berdesir terpacu adrenalin
tak sabar tuk memeluk dan menaklukannya

Satu-satu langkah kaki mantap menjejak
menyelami padang sabana yang seakan tiada akhir
berlomba dengan debu dan kerikil

Cinta Diam-diam

     Senja memerah di ufuk barat, debur ombak memeluk pasir, angin menebarkan aroma laut yang menenangkan. Bahkan pemandangan seindah sunset sore ini tidak bisa meredakan gundah di hati Nadya. Sudah berjam-jam Nadya duduk melamun di pinggir Pantai Senggigi. Jagung bakar yang dibelinya masih utuh tergolek di depannya. Ah...kenapa ini semua harus dialaminya? Sungguh perasaan yang sangat menyiksa. Wajah itu kembali datang menghantuinya, memenuhi pikirannya, tidak hanya saat ini, tetapi hampir setiap detik dihidupnya selama beberapa bulan ini. 
     Nadya lebih sering melamun bahkan kadang menangis. Tetapi sisi baiknya, dia lebih sering menulis. Ide-ide untuk tulisannya seperti tidak ada habisnya. Dia curahkan semua yang dia rasakan dalam setiap tulisannya. Dia ingin menyampaikan perasaannya lewat tulisan-tulisan itu. Dan hampir tiap hari Nadya ke Senggigi, untuk menumpahkan semua perasaannya pada pasir, laut, angin dan kertas. 
***

Friday, January 13, 2012

Dag Dig Dug

     Sedari siang aku sibuk berdandan. Malam ini dia mengajakku makan di luar. Ingin memberiku kejutan, katanya. Ini sungguh tak biasa. Belum pernah dia mengajak makan di restoran mahal. Mungkin makan malam romantis di malam gerimis. Untuk itulah aku berdandan manis.
     Jantungku berdebar tak karuan sedari siang. Apa gerangan kejutan yang akan dia berikan? Semakin aku memikirkan, semakin jantungku berdebar kencang. Mungkinkah dia akan memintaku menjadi pacar? Ya, mungkin. Sudah lama kami berteman. Teman dekat. Sangat dekat. Sudah lama pula aku mencintainya. Seharusnya dia tahu itu. Semua tanda telah aku berikan, tapi dia seakan tak paham. Ah, lelaki. Mengapa mereka tidak diciptakan untuk bisa mengerti isi hati perempuan?

Music Video of The Week