The Other Side of Me: January 2012

Friday, January 27, 2012

#Proyek27

Buat teman-teman yang suka nulis cerpen, mariiiii ikuti #Proyek27 ini. Kenapa namanya #Proyek27? Karena sekarang tanggal 27, hehehe...
Langsung aja ya syarat dan ketentuannya...
  1. Tulisan berbentuk cerpen, boleh fiksi, fantasi, true story atau apa pun, pokoknya yang berbentuk cerpen.
  2. Tema : Pelangi, Senja, dan Langit. Harus ada ketiga unsur tersebut ya... silakan berimajinasi dengan tema ini
  3. Tidak mengandung unsur SARA dan pornografi
  4. Tulisan diketik sepanjang maksimal 4 (empat) halaman A4 dengan spasi 1,5 font TIMES NEW ROMAN 12 margin normal

Wednesday, January 25, 2012

Langit dan Pelangi dalam Senja

Langit jingga merona manja
Di batas cakrawala senja
Langit terpaku
Terdiam dalam lamunan
Menanti...

Kumpulan warna menari menghias langit
Berpendar
Berbaur dengan jingga senja
Langit terpukau
Tercekat kata
Dia yang kunanti telah menampakkan diri

Thursday, January 19, 2012

Aku Benci Kamu Hari Ini


“Aku benci kamu hari ini!” teriakku, “dan mungkin selamanya,” ucapku lirih sebelum aku pergi meninggalkannya. Lelaki itu hanya diam terpaku di tempatnya. Mungkin tak punya nyali untuk berkata-kata. Begitupun wanita dalam pelukannya, yang sedari tadi dicumbu dengan mesra.
Sudah lebih dari delapan tahun kami bersama, sejak masih remaja berseragam SMA. Dia yang mempesona. Entah aku harus bangga atau waspada karena ketampanannya. Tak jarang aku cemburu karena pesona itu begitu memikat kaum hawa. Tapi dia tetap setia, membuatku semakin cinta.
“Aku akan menunggumu. Kembalilah dengan cinta yang sama, utuh, buatku. Akupun begitu, akan menjaga cinta ini hanya untukmu,” katamu sewaktu aku akan pergi ke Negeri Kangguru untuk menuntut ilmu.

Penggalan Kisah Lama


Hello there, the angel from my nightmare
the shadow in the background of the morgue
the unsuspecting victim of darkness in the valley
we can live like Jack and Sally if we want
where you can always find me
we'll have Halloween on Christmas
and in the night we'll wish this never ends
we'll wish this never ends
(I miss you, miss you)
......

Nggak sengaja aku dengar lagu itu dari laptop temanku, padahal sudah lama banget aku nggak dengar lagu itu. Ah…lagu ini lagi. Aku suka banget lagu Blink 182 yang I Miss U ini. Bukan cuma lagu ini saja, tapi hampir semua lagu Blink 182 aku suka. Tapi khusus lagu ini, ada sebuah cerita yang mengiringinya. Cerita yang mungkin nggak akan pernah aku lupakan. Dan hari ini, sewaktu aku mendengar lagi lagu ini, kenangan itu seakan hadir kembali di depan mataku.
***

Monday, January 16, 2012

Bidadari Itu Adalah Ibu


Dear Ibu…
Apa kabar Ibu disana? Untaian doa tak lelah kupersembahkan untuk Ibu. Harapku semoga Ibu selalu dalam lindungan Allah Yang Maha Besar. Mungkin doaku tak sebanding dengan setiap doa yang engkau ukir untuk anak-anakmu di setiap hela nafasmu, doa yang mengiringi setiap langkahku, doa yang menjadikanku seperti aku yang sekarang.
Aku bangga padamu, Ibu…
Kita bukanlah orang berada, tapi kau tak akan membiarkan anak-anakmu kelaparan. Berapa gaji Bapak yang waktu itu hanya sebagai penyapu jalan? Tidak cukup untuk makan orang serumah selama sebulan, apalagi ditambah biaya sekolahku dan kakak, belum lagi susu untuk adik yang masih bayi. Tapi kau tak hilang akal. Bangun dini hari kau jalani, membuat penganan untuk diijual, begitu setiap hari selama bertahun-tahun. Tak ada keluh kesah apalagi gerutu. Semua kau lakukan dengan keikhlasan, karena baktimu pada Bapak dan cintamu pada kami, anak-anakmu. Kau wanita tegar dan tangguh, Ibu. Sosok yang sangat aku kagumi. Aku ingin menjadi sepertimu.

Dia yang Berakhir di November

3 November 2011
            “Lama ya nunggunya?” dia menghampiriku dengan wajah bersalahnya.
            “Nggak lama kok, baru juga sejam” jawabku sambil melihat jam tanganku.
            “Maaf banget ya, Sayang, tadi ada rapat dadakan.”
            “Iya, nggak apa-apa. Ya udah, yuk, pulang,” aku menyeretnya menuju motor kesayangannya.
Aku sudah capek. Seharian kerjaan seperti tak ada habisnya. Ditambah harus menunggunya menjemputku, dan satu jam bukan waktu yang singkat untuk menunggu. Dia memacu motornya menembus keremangan malam yang dingin.
“Mau makan dulu nggak?” teriaknya berusaha mengalahkan bisingnya jalanan.
            “Boleh deh makan dulu,” ujarku sedikit kurang berminat. Sebenarnya aku tidak ingin makan, aku hanya ingin merebahkan tubuh di kasur empukku. Penat ini sudah tidak tertahankan. Tapi aku tidak ingin membuatnya kecewa. Tak lama kami sampai di warung nasi gandul langganan kami. Nasi gandul di warung ini sangat enak ditambah suasana warung yang nyaman, membuat kami selalu ingin kembali kesini. Warung ini merupakan salah satu tempat kami menghabiskan hari-hari bersama kami.
            “Kenapa sayang? Kok diam aja?”
            “Nggak apa-apa, cuma capek aja,” aku berusaha tersenyum, “di kantor banyak kerjaan tadi.”
            Tak lama pesanan kami datang. Nasi gandul dengan tempe goreng dan segelas teh hangat. Kami menikmati makan malam sambil berceloteh riang. Ah, dia selalu saja bisa membuatku melupakan rasa lelah dan penat yang kurasa, selalu bisa membuatku tertawa dan kembali ceria.

Malaikat Kecilku


            Jam 11.30, sebentar lagi harus jemput Aira di sekolahnya. Aku memberesi barang-barangku dan bergegas keluar. Aku menghampiri Mia, sekretarisku, “Mia, tolong siapin berkas-berkas buat rapat nanti sore ya, saya jemput Aira dulu,”
            “Baik, Bu. Sebagian sudah saya siapkan,” jawab Mia.
Mia memang sekretaris yang bisa diandalkan. Pintar dan cekatan. Aku sangat suka bekerja dengannya. Cepat aku memacu mobil menuju sekolah Aira. Aira adalah anakku satu-satunya. Usianya 5 tahun, dan sekarang dia bersekolah di TK Harapan Bangsa.
            Aku segera turun dari mobil dan mencari Aira di dalam sekolahnya. Biasanya dia ditemani gurunya yang bernama Bu Anis menungguku menjemputnya. Dan benar saja, tampak Bu Anis dan Aira sedang duduk di depan kelas menungguku.
            “Terima kasih untuk hari ini.” Kataku seperti yang biasa aku ucapkan setiap harinya kepada Bu Anis.
            “Sama-sama. Maaf anak-anak memang suka usil sama Aira,” guru itu menjelaskan padaku.
            “Saya mengerti,” hanya itu yang bisa aku katakan. Wajar kalau anak-anak lain tidak bisa berteman dengan Aira. Atau lebih tepatnya Aira tidak bisa berteman dengan mereka.
“Bu, ini ada undangan perpisahan kelas nol besar. Kebetulan anak-anak dari kelas nol kecil akan tampil menyanyi di acara tersebut, termasuk Aira” Bu Anis menyerahkan selembar undangan berwarna biru. aku hanya tersenyum menerimanya. Setelah mengucapkan terima kasih aku bergegas pamit dan mengajak Aira pulang. Aku tidak tahu akan datang atau tidak ke acara tersebut. Tapi….apa yang tadi Bu Anis bilang? Aira ikut tampil bersama anak kelas nol kecil lainnya? Apa tidak salah? Ah mungkin Bu Anis hanya bercanda.

Sunday, January 15, 2012

Cerita di Kala Hujan

Aku suka saat seperti ini. Memandang hujan dari balik jendela sambil menikmati secangkir coklat panas. Harum coklat bercampur bau tanah basah yang menyegarkan, selalu bisa memberikan ketenangan. Aku suka hujan. Aroma tanah yang terjamah olehnya, suara air yang berisik berlomba-lomba turun dari langit, gemuruh petir, dan yang pasti aku selalu menantikan pelangi yang akan muncul sesudahnya. Setidaknya dulu sewaktu aku masih kecil, sering melihat pelangi muncul setelah hujan reda. Tapi sekarang, entah mengapa pelangi tak pernah lagi menampakkan diri.
“Riiiiiiiii...” sebuah suara, yang lebih tepat disebut teriakan, memanggilku, hampir membuat cangkir dalam genggamanku meloncat.
“Apaan, sih, teriak-teriak kayak gitu? Aku nggak budheg kali” omelku sambil meletakkan cangkir yang sudah kosong ke meja. 
Cewek manis di depanku ini seakan tak perduli dengan tampang garang yang sengaja ku pasang, malah senyum-senyum nggak jelas. Cantik. Ya, Keiko memang cantik. Gadis berkulit putih dengan rambut lurus sebahu, bibirnya mungil menggemaskan, dan mata sipitnya serta lesung pipi itu menambah kesempurnaan wajahnya. Keiko lebih mirip Ibunya yang orang Jepang daripada ayahnya yang Jawa. Aku suka melihatnya tersenyum ataupun tertawa, karena mata sipitnya pasti merem, lucu. Rumah kami bersebelahan dan kami bersahabat dari kecil, kami tumbuh bersama, selalu menghabiskan waktu berdua.

Hujan

Dari balik jendela
Ku tatap rinai hujan yang berderai di luar
Sunyi…sepi…
Hanya rintik hujan yang terdengar

Kucoba mencari derai tawamu diantara gelegak hujan
Berharap melihat bayangmu ditengah rinai hujan
Tapi yang terdengar hanya sunyi
Yang kulihat hanya gelap
Kau tak ada dimana-mana

Aku, Dia, dan Cinta

Bertanya aku pada malam dan gemintang
Salahkah jika kulabuhkan cintaku pada dia?
Bertanya aku pada hembus angin
Tak bisakah aku dan dia bersatu demi cinta?

Aku dan dia
Dua manusia biasa yang mendamba bahagia
Aku dan dia
Memiliki rasa yang sama

Saturday, January 14, 2012

Dalam Pelukan Dewi Anjani

Terpekur kami di kaki bukit
menatap jalang puncak menjulang
Darah berdesir terpacu adrenalin
tak sabar tuk memeluk dan menaklukannya

Satu-satu langkah kaki mantap menjejak
menyelami padang sabana yang seakan tiada akhir
berlomba dengan debu dan kerikil

Cinta Diam-diam

     Senja memerah di ufuk barat, debur ombak memeluk pasir, angin menebarkan aroma laut yang menenangkan. Bahkan pemandangan seindah sunset sore ini tidak bisa meredakan gundah di hati Nadya. Sudah berjam-jam Nadya duduk melamun di pinggir Pantai Senggigi. Jagung bakar yang dibelinya masih utuh tergolek di depannya. Ah...kenapa ini semua harus dialaminya? Sungguh perasaan yang sangat menyiksa. Wajah itu kembali datang menghantuinya, memenuhi pikirannya, tidak hanya saat ini, tetapi hampir setiap detik dihidupnya selama beberapa bulan ini. 
     Nadya lebih sering melamun bahkan kadang menangis. Tetapi sisi baiknya, dia lebih sering menulis. Ide-ide untuk tulisannya seperti tidak ada habisnya. Dia curahkan semua yang dia rasakan dalam setiap tulisannya. Dia ingin menyampaikan perasaannya lewat tulisan-tulisan itu. Dan hampir tiap hari Nadya ke Senggigi, untuk menumpahkan semua perasaannya pada pasir, laut, angin dan kertas. 
***

Friday, January 13, 2012

Dag Dig Dug

     Sedari siang aku sibuk berdandan. Malam ini dia mengajakku makan di luar. Ingin memberiku kejutan, katanya. Ini sungguh tak biasa. Belum pernah dia mengajak makan di restoran mahal. Mungkin makan malam romantis di malam gerimis. Untuk itulah aku berdandan manis.
     Jantungku berdebar tak karuan sedari siang. Apa gerangan kejutan yang akan dia berikan? Semakin aku memikirkan, semakin jantungku berdebar kencang. Mungkinkah dia akan memintaku menjadi pacar? Ya, mungkin. Sudah lama kami berteman. Teman dekat. Sangat dekat. Sudah lama pula aku mencintainya. Seharusnya dia tahu itu. Semua tanda telah aku berikan, tapi dia seakan tak paham. Ah, lelaki. Mengapa mereka tidak diciptakan untuk bisa mengerti isi hati perempuan?

Music Video of The Week