Aku tidak percaya
Baruna melamarku. Amerika? Dia ingin kami menikah di Amerika? Ternyata dia benar-benar
serius, dia sungguh mencintaiku. Tapi apa memang aku juga mencintainya? Entahlah.
Semua menjadi semakin rumit. Mungkin aku salah karena masih berhubungan dengannya.
Bukankah aku sudah berjanji akan melupakan dia dan semuanya? Tapi mengapa kami malah
menjadi semakin dekat? Dan sekarang dia melamarku. Baiklah, aku mengaku, dia seperti
candu bagiku. Semakin aku mencoba menjauhinya, semakin ingin aku dekat dengannya.
Sejak aku kembali,
Baruna selalu mengejarku, berusaha untuk membuatku kembali padanya. Aku yang awalnya
bersikukuh tidak akan mau mengulang lagi cerita lama kami, pada akhirnya menyerah.
Aku kembali jatuh dalam pelukannya. Aku kalah. Pesonanya masih terlalu kuat untuk
kuacuhkan. Ternyata aku lemah. Bahkan untuk menjaga janjiku pun aku tak mampu.
Beberapa hari
yang lalu dia memberikan kejutan dengan mengajakku ke Wakatobi. Di sinilah dia melamarku kemarin sore. Bukankah dia
sangat romantis? Aku sudah memikirkan tentang lamarannya, dan sekarang aku siap
untuk memberikan jawaban. Aku yakin ini yang terbaik untuk kami.
"Makasih,
Bar, kamu udah ngajak aku ke sini. Tempat ini benar-benat indah."
"Ya,
tempat yang sangat indah. Itu sebabnya aku memilih tempat favorit kamu ini
untuk melamarmu," dia tersenyum dan mengecup pipiku.
"Bar,
apa kamu serius dengan semua ini?" tanyaku ragu.
"Jadi
kamu masih meragukan cintaku? Setelah semua yang aku lakukan, kamu masih belum
percaya kalau aku serius?" dia balik bertanya dengan nada tak percaya.
"Aku
percaya dengan cintamu. Tapi aku tidak yakin dengan cintaku," jawabku.
"Apa maksudmu?"
"Aku
tidak bisa, Bar. Ini terlalu jauh buatku."
"Apanya
yang jauh?" dia terlihat semakin bingung.
"Hubungan
kita ini terlalu jauh. Seharusnya aku tidak kembali padamu. Seharusnya aku
melupakan kamu, seharusnya aku pergi jauh dari kamu!"
"Lan,
jangan menipu diri kamu sendiri. Kamu itu mencintaiku! Itu sebabnya kamu
kembali padaku!" bentaknya.
"Ya, aku
pikir begitu. Tapi bisa saja aku salah."
"Aaahh...
Kamu sama saja dengan Luna! Munafik! Kalian mencintaiku, tapi bersikeras untuk
mengelak dan menganggap semua itu salah!"
"Apa
bedanya sama kamu yang hanya berpura-pura mencintai Luna?" tanyaku balas
menantang. Baruna diam dengan wajah merah menahan marah.
"Maaf,
Bar, aku tidak bisa menikah dengan kamu. Aku bukan orang yang tepat untuk
mendampingimu seumur hidup. Aku juga harus menepati janjiku untuk bisa
melupakanmu."
"Kamu
tidak akan bisa!" teriaknya marah.
"Bar,
please, maafin aku. Bukannya aku mau nyakitin kamu, tapi aku benar-benar tidak
bisa nikah sama kamu. Maafin aku," ujarku penuh penyesalan. Kusodorkan
kotak kecil biru berisi cincin yang kemarin dia berikan padaku sebelum aku beranjak meninggalkannya.
"Arlan..."
Aku tak hiraukan panggilannya, terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.
"Arlan,
dengar! Kamu akan menyesal kalau kamu ninggalin aku! Lihat saja nanti, kamu
akan menyesal seumur hidup kamu!" hardiknya penuh ancaman.
"Arlan...!!"
Sekali lagi dia berusaha mencegahku.
"Sudahlah,
Bar, ini sudah berakhir. Maafkan aku," kataku dalam hati.
Selama ini
aku menganggap bahwa aku mencintai Baruna. Dan aku baru sadar, aku salah. Dia
candu bagiku, tapi bukan cinta yang membuatku selalu kembali padanya. Itu hanya
nafsu. Baruna selalu bisa memuaskan nafsuku. Baruna tahu kelemahanku itu dan
dia benar-benar bisa memanfaatkannya dengan baik. Aku tahu, Baruna memang
mencintaiku. Bahkan dia berani mengajakku menikah tanpa mempedulikan reputasi
yang selama ini dia jaga.
Semua ini
berkat Luna. Kalau saja kemarin Luna tidak menelepon, mungkin aku tidak juga
sadar dan bahkan mungkin aku sudah menerima lamaran Baruna. Luna benar, aku
masih bisa memperbaiki semuanya. Aku laki-laki normal, bukan seorang gay. Aku
hanya tersesat sesaat, dan aku pasti bisa menemukan jalan yang seharusnya. Aku
akan segera pergi dari sini, dan mungkin pergi jauh meninggalkan semua orang
yang aku kenal. Aku ingin menjadi seorang Arlan yang baru.
Kucoba
tersenyum untuk meringankan semua pikiran ini. Kupandang langit yang cerah di
atas sana, yang seakan ikut tersenyum menyambut hari baru bagiku.
bagus sekali utnuk dibaca
ReplyDeletekokatto