The Other Side of Me: Langit pun Tersenyum

Monday, November 26, 2012

Langit pun Tersenyum



Aku tidak percaya Baruna melamarku. Amerika? Dia ingin kami menikah di Amerika? Ternyata dia benar-benar serius, dia sungguh mencintaiku. Tapi apa memang aku juga mencintainya? Entahlah. Semua menjadi semakin rumit. Mungkin aku salah karena masih berhubungan dengannya. Bukankah aku sudah berjanji akan melupakan dia dan semuanya? Tapi mengapa kami malah menjadi semakin dekat? Dan sekarang dia melamarku. Baiklah, aku mengaku, dia seperti candu bagiku. Semakin aku mencoba menjauhinya, semakin ingin aku dekat dengannya.
Sejak aku kembali, Baruna selalu mengejarku, berusaha untuk membuatku kembali padanya. Aku yang awalnya bersikukuh tidak akan mau mengulang lagi cerita lama kami, pada akhirnya menyerah. Aku kembali jatuh dalam pelukannya. Aku kalah. Pesonanya masih terlalu kuat untuk kuacuhkan. Ternyata aku lemah. Bahkan untuk menjaga janjiku pun aku tak mampu.

Beberapa hari yang lalu dia memberikan kejutan dengan mengajakku ke Wakatobi. Di sinilah dia melamarku kemarin sore. Bukankah dia sangat romantis? Aku sudah memikirkan tentang lamarannya, dan sekarang aku siap untuk memberikan jawaban. Aku yakin ini yang terbaik untuk kami.
"Makasih, Bar, kamu udah ngajak aku ke sini. Tempat ini benar-benat indah."
"Ya, tempat yang sangat indah. Itu sebabnya aku memilih tempat favorit kamu ini untuk melamarmu," dia tersenyum dan mengecup pipiku.
"Bar, apa kamu serius dengan semua ini?" tanyaku ragu.
"Jadi kamu masih meragukan cintaku? Setelah semua yang aku lakukan, kamu masih belum percaya kalau aku serius?" dia balik bertanya dengan nada tak percaya.
"Aku percaya dengan cintamu. Tapi aku tidak yakin dengan cintaku," jawabku.
"Apa maksudmu?"
"Aku tidak bisa, Bar. Ini terlalu jauh buatku."
"Apanya yang jauh?" dia terlihat semakin bingung.
"Hubungan kita ini terlalu jauh. Seharusnya aku tidak kembali padamu. Seharusnya aku melupakan kamu, seharusnya aku pergi jauh dari kamu!"
"Lan, jangan menipu diri kamu sendiri. Kamu itu mencintaiku! Itu sebabnya kamu kembali padaku!" bentaknya.
"Ya, aku pikir begitu. Tapi bisa saja aku salah."
"Aaahh... Kamu sama saja dengan Luna! Munafik! Kalian mencintaiku, tapi bersikeras untuk mengelak dan menganggap semua itu salah!"
"Apa bedanya sama kamu yang hanya berpura-pura mencintai Luna?" tanyaku balas menantang. Baruna diam dengan wajah merah menahan marah.
"Maaf, Bar, aku tidak bisa menikah dengan kamu. Aku bukan orang yang tepat untuk mendampingimu seumur hidup. Aku juga harus menepati janjiku untuk bisa melupakanmu."
"Kamu tidak akan bisa!" teriaknya marah.
"Bar, please, maafin aku. Bukannya aku mau nyakitin kamu, tapi aku benar-benar tidak bisa nikah sama kamu. Maafin aku," ujarku penuh penyesalan. Kusodorkan kotak kecil biru berisi cincin yang kemarin dia berikan padaku sebelum aku beranjak meninggalkannya.
"Arlan..." Aku tak hiraukan panggilannya, terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.
"Arlan, dengar! Kamu akan menyesal kalau kamu ninggalin aku! Lihat saja nanti, kamu akan menyesal seumur hidup kamu!" hardiknya penuh ancaman.
"Arlan...!!" Sekali lagi dia berusaha mencegahku.
"Sudahlah, Bar, ini sudah berakhir. Maafkan aku," kataku dalam hati.
Selama ini aku menganggap bahwa aku mencintai Baruna. Dan aku baru sadar, aku salah. Dia candu bagiku, tapi bukan cinta yang membuatku selalu kembali padanya. Itu hanya nafsu. Baruna selalu bisa memuaskan nafsuku. Baruna tahu kelemahanku itu dan dia benar-benar bisa memanfaatkannya dengan baik. Aku tahu, Baruna memang mencintaiku. Bahkan dia berani mengajakku menikah tanpa mempedulikan reputasi yang selama ini dia jaga.
Semua ini berkat Luna. Kalau saja kemarin Luna tidak menelepon, mungkin aku tidak juga sadar dan bahkan mungkin aku sudah menerima lamaran Baruna. Luna benar, aku masih bisa memperbaiki semuanya. Aku laki-laki normal, bukan seorang gay. Aku hanya tersesat sesaat, dan aku pasti bisa menemukan jalan yang seharusnya. Aku akan segera pergi dari sini, dan mungkin pergi jauh meninggalkan semua orang yang aku kenal. Aku ingin menjadi seorang Arlan yang baru.
Kucoba tersenyum untuk meringankan semua pikiran ini. Kupandang langit yang cerah di atas sana, yang seakan ikut tersenyum menyambut hari baru bagiku.

1 comment:

Music Video of The Week