The Other Side of Me: Penggalan Kisah Lama

Thursday, January 19, 2012

Penggalan Kisah Lama


Hello there, the angel from my nightmare
the shadow in the background of the morgue
the unsuspecting victim of darkness in the valley
we can live like Jack and Sally if we want
where you can always find me
we'll have Halloween on Christmas
and in the night we'll wish this never ends
we'll wish this never ends
(I miss you, miss you)
......

Nggak sengaja aku dengar lagu itu dari laptop temanku, padahal sudah lama banget aku nggak dengar lagu itu. Ah…lagu ini lagi. Aku suka banget lagu Blink 182 yang I Miss U ini. Bukan cuma lagu ini saja, tapi hampir semua lagu Blink 182 aku suka. Tapi khusus lagu ini, ada sebuah cerita yang mengiringinya. Cerita yang mungkin nggak akan pernah aku lupakan. Dan hari ini, sewaktu aku mendengar lagi lagu ini, kenangan itu seakan hadir kembali di depan mataku.
***

I just an ordinary girl, sangat-sangat biasa malah, nggak ada yang istimewa, nggak cantik, nggak popular, pinter? Nggak juga, rata-rata lah. Kehidupan sekolahku sangat biasa. Sampai kelas 3 SMA aku belum pernah ngerasain yang namanya pacaran. Mana ada cowok yang suka sama aku. Dengan wajah pas-pasan dan kuper gini aku cukup tahu diri kok. Tapi aku juga manusia biasa, seperti remaja-remaja lainnya aku juga pengen punya pacar. Kadang aku iri lihat teman-teman yang punya pacar. Kapan aku bisa punya pacar? Apa ada cowok yang mau sama aku?
Namanya Daniel. Kami sekelas waktu kelas 3 SMA. Kesan pertama waktu aku kenal dia, cowok aneh. Aku nggak terlalu suka sama dia. Tapi setelah lama kenal ternyata dia baik dan lucu. Nggak ada cerita yang istimewa, semua masih seperti biasa, hidupku masih putih abu-abu seperti seragam yang aku kenakan. Nggak ada warna lain. Dan nggak terasa, sebentar lagi masa-masa SMA ku akan berakhir. Tapi warna baru di hidupku baru memasuki awal.
Aku mulai ngerasa sikap Daniel agak aneh. Dia sering ngelihatin aku, manggil-manggil aku tanpa alasan. Kalau aku tanya kenapa manggil dia cuma senyum-senyum saja. Hal ini juga disadari oleh teman-teman sekelas. Mereka jadi sering godain kami.
“Nay, ntar kamu mau lanjutin kuliah dimana?” tanya Daniel suatu hari sewaktu dia duduk di bangku belakangku.
“Nggak tahu nih, pengennya sih di UGM, ikut UM UGM,” jawabku agak nggak yakin.
“wah, keren donk UGM. Mau ambil jurusan apa?” tanyanya lagi.
Management kali ya. Emang kenapa gitu? Kamu sendiri mau ngelanjutin kemana?” aku balik nanya ke dia.
“Nggak apa-apa, nanya aja sih. Aku juga mau ikut UM UGM, hehe,” jawabnya sambil tertawa.
Sepenggal percakapanku dengannya. Dan memang aku jarang banget ngobrol sama dia. Aku ingin masuk UGM memang. Tapi aku sendiri sebenarnya nggak tahu bisa ngelanjutin kuliah apa nggak. Nggak tahu apa orang tuaku mampu membiayai kuliahku nanti, apalagi di universitas sekelas UGM yang pasti mahal banget. Dan benar saja, waktu pendaftaran UM UGM, bahkan untuk beli formulir pendaftaran dan biaya ke Jogja saja aku nggak mampu. Pupuslah harapanku untuk kuliah di UGM seperti impianku selama ini. Daniel? Sepertinya dia jadi ikut UM UGM, tapi dia juga nggak keterima.
***
Suatu hari di bulan Maret lima tahun yang lalu...
Waktu itu ada acara di sekolah. Seperti biasa band-band dari sekolah kami unjuk gigi dalam acara tersebut, termasuk Daniel. Panas yang menyengat seakan nggak berasa buat murid-murid SMA itu, tetap setia berdiri berdesakan di depan panggung menonton aksi teman mereka. Dibayarpun aku pasti menolak ikut berdesakan di sana. Cukup mendengarkan lagu-lagu mereka saja dari depan kelas sambil ngerumpi sama sahabat-sahabatku. Lagi enak-enak ngerumpi tiba-tiba terdengar suara di panggung sana.
“Lagu ini spesial buat Kanaya. I miss you.”
Spontan terdengar sorakan membahana di seluruh penjuru sekolah, termasuk dari cewek-cewek yang sekarang duduk di dekatku, sahabat-sahabatku. Kanaya? Ada berapa Kanaya di sekolah ini? Seingatku cuma ada satu. Dan itu aku.
“Ciieee... Naya dinyanyiin sama Daniel tuh,” goda Rini sambil colek-colek lenganku.
“Romantis banget sih si Daniel itu. Coba cowokku yang nyanyi gitu buat aku. Jadi iri deh sama Naya,” celetuk Sukma.
“Iiihhh... apaan sih kalian ini? Romantis apanya? Malu-maluin iya! Ya udah pacaran aja sana sama Daniel biar dinyanyiin terus tiap hari,” aku gondok mendengar olok-olokan mereka. Aku terlalu sibuk mempersiapkan diri menghadapi komentar-komentar lain yang sebentar lagi pasti akan menghampiriku, sehingga lagu I Miss U yang dinyanyikan Daniel hanya sepintas lalu mampir di telingaku.
Itulah Daniel. Hampir setiap hari selalu mempermalukanku di depan teman-teman. Tapi kali ini keterlaluan banget. Apa itu lagu spesial buat Kanaya? Apa dia nggak mikir akibat dari kata-katanya itu? Khususnya akibat buatku. Kalau saja aku bisa menghilang sebentar saja sampai kekacauan ini berlalu.
“Nay...” seseorang memanggilku sebelum kakiku sampai di depan pintu kelas. Kelas sudah hampir sepi, cuma ada lima orang murid yang masih ada di dalam.
“Ada waktu bentar nggak? Mau ngomong bentar aja, lima menit,” dia mendekatiku.
“Ya udah ngomong aja,” ujarku tanpa minat.
Sekarang kelas sudah sepi. Tinggal kami berdua. Perasaanku mulai nggak enak. Aku bisa menebak apa yang mau dia bilang ke aku. Aku tahu ini akan terjadi, tinggal tunggu waktu.
Sorry ya, Nay, kalau aku sering bikin kamu kesal. Aku tahu kok, kamu nggak suka. Tapi kamu tuh manis kalau lagi marah, makanya aku suka bikin kamu marah-marah,” ujarnya cengengesan, membuatku tambah sebal.
“Mau nggak, Nay, jadi cewekku?” akhirnya kalimat itu keluar dari mulut Daniel.
Dan ya... aku sudah tahu cepat atau lambat dia pasti nembak aku. Bukan bermaksud kepedean, tapi apa coba maksudnya kalau ada orang yang sering cari perhatian, godain, sampai ngomong di depan semua penghuni sekolah tentang “lagu spesial buat Kanaya” kalau bukan karena dia suka? Tapi... ya... mungkin memang aku terlalu kepedean.
Dan sekarang aku hanya diam nggak tahu mau jawab apa. Daniel memang baik, terlepas dari tingkah konyolnya kalau ketemu aku. Dia memang bukan cowok populer di sekolah, bukan bintang kelas, bukan pula cowok paling cakep. Tapi dia menarik. Dia cukup manis. Dan setelah penantian panjangku tentang cowok, pacar, dan cinta, kini di hadapanku tengah berdiri seorang cowok yang baru saja memintaku jadi pacarnya. Tinggal selangkah lagi aku bisa merasakan cinta, punya pacar seperti teman-temanku. Tapi apa bisa semudah itu?
“Maaf, Dan, aku nggak bisa,” jawabku lirih.
Aku melihatnya. Sinar yang memancarkan kekecewaan terlihat jelas di matanya. Daniel diam, merunduk.
“Aku sayang banget sama kamu, Nay...” sayup terdengar suara Daniel yang lebih mirip gumaman.
“Aku tahu, Dan. Tapi aku nggak bisa. Maafin aku, ya,” suaraku seperti tercekat di kerongkongan. Sakit sekali mengatakannya.
Daniel tetap membisu dan pelan dia berbalik meninggalkanku sendirian di kelas yang kosong itu. Ternyata bukan cuma ditolak yang bikin sakit, tapi menolak juga nggak kalah sakit. Dan itu yang aku rasakan. Benar aku ingin punya pacar. Dan benar aku senang karena Daniel suka sama aku. Tapi kenapa aku nggak bisa suka sama Daniel seperti dia menyukaiku? Dan sejak saat itu dia seperti menghindariku, tidak lagi menyapaku, apalagi tersenyum dan menggodaku. Dia mendiamkanku, tidak menerima permintaan maafku.
***

     Sudah dua tahun sejak kejadian itu, nggak pernah sekalipun aku bertemu dengannya. Dan kabar yang aku dapat pagi itu...
     “Naya... Kanaya...” seseorang memanggilku, memaksa langkahku untuk berhenti dan mencari sumber suara.
Seorang cowok menghampiriku, sementara aku masih berusaha mengingat siapa dia. Wajahnya seperti aku kenal, tapi siapa? Butuh beberapa waktu baru aku mengenali wajah itu.
“Dimas, ya?” tanyaku kurang yakin.
“Iya. Apa kabar? Kuliah dimana sekarang?”
“Baik. Aku kuliah di Unpad. Kamu?”
“Aku di ITB. Nggak nyangka ketemu kamu disini,”
“Iya. Kok masih ingat aja sih sama aku? Perasaan aku nggak terkenal gitu deh waktu SMA, haha...”
“Siapa sih di SMA kita yang nggak tahu Kanaya, setelah ulah si Daniel waktu itu?” dia terkekeh mengingat kejadian itu. aku hanya tersenyum kecut.
“Harus bilang makasih nih sama Daniel, gara-gara dia aku mendadak jadi terkenal,” Seketika air muka Dimas berubah. Entahlah, seperti mendadak sedih.
“Emang kamu belum tahu, Nay, tentang Daniel?” tanyanya hati-hati.
“Emang ada apa sama Daniel?” mendadak perasaanku nggak enak.
“Daniel udah meninggal setahun yang lalu,” ada kesedihan dalam kata-katanya.
Dan aku? Tiba-tiba membatu. Ini terlalu mengejutkan. Kejutan yang sama sekali tidak kuharapkan dan sama sekali tidak menyenangkan.
“Daniel nggak pernah bisa lupain kamu, Nay, bahkan sampai dia meninggal,”
“Kenapa meninggalnya, Dim?” suaraku terdengar jauh di telingaku.
OD. Sejak lulus SMA dia makai. Dia pikir dengan obat-obatan itu dia bisa lupain kamu. Dia pikir barang haram itu bisa nyembuhin sakit hatinya.”
“Jadi... semua itu karena aku? Aku yang salah, Dim...” suaraku tercekat.
“Bukan, Nay, kamu nggak salah. Daniel aja yang emang terlanjur cinta sama kamu. Dan itulah pelariannya.”
Hatiku tiba-tiba sakit. Mataku panas, dan nggak lama air mata jatuh satu-satu. Bagaimana mungkin aku nggak sedih mendengar seseorang yang pernah hadir di hidupku meninggal? Dan bagaimana mungkin aku nggak merasa bersalah setelah tahu dia meninggal karena berusaha lari dari sakit yang telah aku torehkan? Aku nggak lagi perduli dengan sekelilingku. Mungkin sekarang orang-orang sedang terheran-heran melihatku yang menangis di pinggir jalan.
“Maaf, Dan... maafin aku...” lirihku di sela isak tangis.
****
........
Don't waste your time on me you're already
the voice inside my head (I miss you, miss you)
........

Aku tersadar dari lamunanku. Tanpa sadar air mata menumpuk di pelupuk mata. Ah, Daniel... nama itu nggak akan pernah bisa aku lupakan. Sampai kapanpun.
 

3 comments:

Music Video of The Week