Cerita ketujuh belas
Dua hari sebelumnya
“Ayo kita lomba renang. Yang menang bisa makan malam gratis nanti,”
Luna mengajukan usul yang menurutku sangat manarik.
“Setuju! Ayo…” tantangku bersemangat.
“Oke, finish nya di kapal
itu,” teriak Luna sekali lagi.
Kami bertiga berlari ke arah laut Pangandaran dan mulai berenang ke
tengah. Aku tahu, kami berdua pasti kalah dari Luna. Tapi aku tak akan mengalah
begitu saja.
“Baruna, jangan curang! Jangan tendang kakiku!”
“Aaw… Arlan! Airnya kena mataku!”
“Kalian berdua curang!”
“Yeeeaahhh aku menang… aku menang… kalian berdua payah!”
Teriakan-teriakan Luna silih berganti. Dia begitu gembira dengan
kemenangannya, yang berarti dia bisa makan gratis, dan kami berdua, para pecundang
dalam hal renang melawan Luna, yang harus membayarnya.
Luna memang jago berenang. Laut seakan sudah menjadi bagian dari
dirinya. Dia selalu mengataiku pecundang karena aku tidak berani menyelam. Ya, Luna
sangat jago menyelam.
***