Cerita ketujuh
Cerita kedelapan
Cerita kesembilan
Dahulu, ada seorang gadis kecil
yang tinggal di dekat hutan. Pada saat dia keluar dia selalu menggunakan
kerudung merah. Jadi semua orang di desanya memanggilnya gadis
berkerudung merah.
Suatu pagi, gadis berkerudung merah berkata kepada ibunya bahwa dia ingin pergi mengunjungi rumah neneknya. Di tengah jalan, dia bertemu dengan serigala dan dia bercerita bahwa dia akan pergi ke rumah neneknya. Tanpa disadarinya, serigala itu lebih dulu sampai ke rumah neneknya dan menyamar menjadi nenek. Gadis berkerudung merah baru sadar ketika serigala ingin memakannya.
Suatu pagi, gadis berkerudung merah berkata kepada ibunya bahwa dia ingin pergi mengunjungi rumah neneknya. Di tengah jalan, dia bertemu dengan serigala dan dia bercerita bahwa dia akan pergi ke rumah neneknya. Tanpa disadarinya, serigala itu lebih dulu sampai ke rumah neneknya dan menyamar menjadi nenek. Gadis berkerudung merah baru sadar ketika serigala ingin memakannya.
“Aku ingin menjadi seperti
serigala itu.”
***
Baruna di Parapat. Sudah hampir sebulan aku tak bertemu dengannya. Setiap
kali aku menelepon tidak pernah aktif, bahkan untuk sekedar SMS atau membalas
SMSku pun tidak. Sejak dia promosi dan menduduki jabatannya sekarang, dia
semakin sering ke luar kota. Tiga hari, seminggu, sebulan, bahkan kadang lebih lama
lagi. Aku mencium sesuatu yang tidak beres. Oke. Kuputuskan untuk menyusulnya.
Danau Toba
terbentang di hadapanku. Baruna menginap di hotel Inna Parapat di pinggiran
Danau Toba. Tapi aku tidak akan menginap disana, dan aku pun tidak berencana
untuk menemui meskipun aku sangat merindukannya. Tidak. Aku hanya akan
mengamati, apa yang membuatnya tak peduli padaku sebulan ini. Pekerjaan? Aku tidak
yakin.
Sosok Baruna memasuki sebuah warung kopi tak jauh dari hotelnya. Warung
Kopi Inang Wulan. Dia duduk seorang diri, memesan sesuatu kepada pelayan,
kemudian menyalakan rokok. Ingin sekali aku menemaninya disana sekarang. Ya,
sebaiknya aku kesana. Pasti akan menjadi sebuah kejutan besar baginya. Dia pasti
senang, pikirku. Kulangkahkan kaki mendekati warung kopi itu. Tapi baru tiga
langkah kuurungkan niat. Perempuan berkerudung? Siapa perempuan berkerudung
yang duduk di hadapan Barunaku?
***
“Selamat datang,” sapa seorang pelayan ketika aku melangkah masuk ke
warung kopi itu. Kuedarkan pandangan, mencari perempuan itu. Dia disana. Sedang
serius dengan laptop di hadapannya.
“Siapa nama perempuan berkerudung itu?”
“Oh, itu Kak Melfa, pemilik warung kopi ini,” jawab pelayan itu.
Aku berjalan mendekati meja perempuan bernama Melfa itu. Sial. Dia mempunyai
wajah yang cantik. Wajar kalau Baruna tertarik padanya.
“Melfa?”
“Iya.” Dengan terkejut dia menoleh ke arahku. Aku duduk di depannya
dan sedikit berbasa-basi.
“Kamu kenal lelaki yang tadi duduk disini denganmu?”tanyaku akhirnya.
“Pak Baruna? Sebenarnya tidak terlalu mengenalnya. Tapi sebulan ini
dia sering datang kesini dan kami jadi sering ngobrol. Kenapa? Kamu kenal dia?”
“Tidak!” jawabku cepat, “tapi tadi kami sempat bertemu di luar dan dia
menitipkan sesuatu untukmu. Sepertinya dia tertarik sama kamu,” lanjutku. Dia tertawa.
Aku menyodorkan kotak berisi sepotong cheese cake dengan strawberry di atasnya.
“Sepertinya dia lelaki yang romantis,” ujarku sebelum meninggalkan
Melfa.
***
“Kak Melfa… Kak Melfa bangun!”
“Panggil ambulance!”
“Apa yang terjadi?”
“Cepat lakukan seuatu!”
Dari tempat ini, aku bisa melihat dengan jelas apa yang sedang terjadi
di dalam warung kopi itu. Seorang perempuan cantik berkerudung terkulai di atas
meja, kepanikan dan teriakan para pelayan dan pembeli. Aku tersenyum puas.
Aku ingin menjadi serigala yang memakan gadis berkerudung merah. Sayangnya,
gadis bernama Melfa itu hari ini memakai kerudung putih. Dongeng itu tidak akan
menjadi sempurna karenanya. Maka aku sedikit mengubah cerita. Tidak ada gadis
berkerudung merah. Tidak ada serigala. Tapi ini kisah nenek sihir dengan apel
beracunnya untuk Snow White.
“Tidurlah dalam damai Melfa. Seperti Snow White.”
*Cerita berantai untuk #15HariNgeblogFF2 hari keempat
No comments:
Post a Comment